Petang
Aku adalah petang yang tidak terlalu kau anggap, hadirku begitu saja terlewatkan dengan meniduri diri bersama hembus angin sore. Entah apa yang membuat Aku kuat bertahan, bagaimana bisa sebegitu mudah lupakan apa yang sudah sangat menyayat, kemudian bangun dengan semangat pengharapan, tapi beberapa menit kemudian, kembali....
Aku adalah petang yang tidak Kau anggap.
Aku adalah petang yang tidak terlalu kau anggap, semakin gelap, semakin kau lelap, semakin benar-benar merasa tak lagi diharap. Sedang kau terlanjur mengikat hari, terlanjur membujuk mereka untuk meng’iya’kan mimpi, sebenarnya kau ingini, kemudian mengajak Aku bermain di situ, terlibat di situ, iya, ’mimpi’. Entah bisakah petang yang tidak terlalu KAU ANGGAP, ini pun sebatas mimpi.
Aku adalah petang yang tidak Kau anggap, terus hadir walau tak pernah tersirat, bagimu ‘iya bagimu’. Mungkin takdir kemarin hanya kita sedang bermain, begitu mudah bagimu, tapi tidak denganku, kenapa ‘iya, kenapa’, andai kau tau, andai kau merasakan, petang yang tidak teranggap bukanlah sebuah pilihan terbaik, tapi kau buat aku menjadi itu.
Aku adalah petang yang tidak kau anggap, sendiri meski sudah kau ikat hati, sepi meski pernah kau janjikan akan ramai, benar-benar hidup sudah tidak lagi kutau pengartian, padahal kau pernah bilang jika ada warna indah, Semua hilang, walau perasaanku masi sempat menentang berperang, masih bisa memaafkan meski sakitnya begitu sangat tidak karuan, masih memandang mereka yang sudah terlanjur kau libatkan, petang ini masih bercahaya meski mungkin, tidak kau butuhkan.
Aku adalah petang yang tidak kau anggap, kadang melihat burung berterbangan merendah, rasanya akupun ingin sekali melakukannya, kadang melihat binatang ternak kembali pulang pada kandangnya untuk beristirahat. Aku pun ingin sekali mengistirahatkan ini semua, aku lelah ‘lelah’, tapi tak tau bagaimana caranya mengalah, bagaimana caranya pasrah, atau melawan untuk memerdekakan gundah. Petang ini bersembunyi dibalik awan gelap, dan kaupun tidak akan peduli.
Aku adalah petang yang tidak kau anggap, hadir tanpa lagi pengharap, hanya peneman kenyamanan harimu, tanpa sedikitpun tersentuh olehmu. Melihatmu meski kau berasa mulai menolak hadiriku, menyemangati meski kau mungkin merasa sudah tidak ada lagi aku di sini. ‘Benar’, mungkin benar bagimu, aku adalah petang yang benar-benar tidak kau anggap. Tapi kau tidak berani menjelaskan matahari yang mana lagi yang sedang kau tunggu, bulan mana lagi yang sedang menyamanimu.
Aku adalah petang yang tidak kau anggap, dijanjikan padamu akan terbit pelangi, tapi tidak jelaskan di awal jika hujan dahulu yang membuat warna-warna itu berjejer melengkung dengan sangat rapih, betapa bodohnya.. Petang ini seperti waktu tanpa arti, kau rebut hati tapi tidak hidupkan jiwanya, kau ambil harga dirinya tapi tinggalkan raganya, kau abaikan petang ketika sudah terlanjur hadir jawab inginmu.
----------
penulis : Muhamad Yasin
Relawan Rumah Ppelangi Bekasi-Jawa Barat