Tenang saja, aku tidak apa-apa, pergilah bersama kebahagiaan yang sudah lama kamu sembunyikan, dekati dia dan halalkannya, meski sebenarnya aku enggan mengalah. Sesungguhnya Allah maha membolak-balikan perasaan, maka itu, aku percaya jika saat ini perasaanku pun sedang dalam kebalikan, dan aku yakin, ini semua kebaikan. Tak usah pedulikan aku, tak usah ingat janji-janji manis dulu, lillahitaala aku ikhlas, walau kadang malam-malamku tidak terlalu lelap. Kau berhak bersamanya, bersama dia yang sudah sejak lama ‘mungkin’ kau menyelundupkannya. Di awal aku sudah menduga akan hal ini, di awal aku pun sudah menduga akan seperti ini, beruntung Allah sudah pernah memberi padaku kejadian yang sama sebelum kisah ini temui titik akhir.
Aku mencintaimu lebih dari apa yang kau jelaskan, tentang lautan tidak akan terukur lebarnya, tentang bumi tidak akan terukur luasnya, dan bulan tidak akan pernah terukur bulatnya. Do’a ku bersamamu, bersama dengan pelepasan perasaan yang perlahan-lahan meninggalkan aku dihatimu, perlahan kau mulai sibuk dengan dia, memikirkan dia, dan merencanakan banyak kejutan untuknya. Aku ini apa?, iyah, “Aku ini apa?”. Seorang kekasih yang belum sempat kau halalkan, dan memaksamu melupakan dia, mengatur perasaanmu untuk matang padaku, menjebakmu sampai akhirnya kau menikahiku, “tidak.. Aku tidak sekejam itu”.
Kau tak usah pedulikan aku, tak usah pula menanyakan tentang kita, masa itu sudah berlalu, aku si pengharap yang tidak bisa melawan kenyataan, tidak mampu meminta keadilan, tidak akan pernah ungkit kesedihan ini padamu, tidak akan pula kujelaskan jika tiap do’a tentangmu, ada tangisan air mata yang jatuh meluluh bersama hati yang coba ikhlas. Kau manusia yang begitu sangat sempurna, sosok manusia yang jika kucerminkan, tidak ada sama dengan seorang sepertiku, yang tidak jelas kehidupannya, yang tidak pula jelas masa depannya.
Aku tidak akan menanyakan kemana hilangnya kamu, akupun tidak akan mencemaskan apakah aku bahagia atau tidak dengan keadaan ini semua, kau pernah bilang di hadapanku, “cinta itu kebahagiaan”, lalu jika kau bahagia dan aku menderita, mungkin kini cinta hanya tentangmu dan dia, dan aku, iya.. siapalah aku.
Sebelum akhirnya untaian kata ini selesai, aku ingin menjelaskan padamu, jika setelah kamu membacanya, Aku sudah mematangkan hati untuk relakan kamu pergi, aku sudah ikhlaskan kamu bersamanya, yang sudah begitu sangat membuatmu sibuk belakangan ini. Aku terima atas kerinduan yang akan menyiksa lantaran sosokmu bukan lagi hak-ku bertanya, aku melepasmu dengan ucapan “Bismillahi..”.
Semoga Allah menghadirkan yang terbaik bagimu sebagai pengganti aku, semoga iya segala sesuatu yang kau butuhkan, bukan yang semata-mata kau inginkan, semoga dan semoga kebaikan menyertai kalian berdua. Tapi jika nanti kau merasa dia hanya sebatas cobaan dari kesepakatan kita menjadi halal, jika kau merasa kehilangan, dan jika hatimu membisik untuk kembali padaku, “maafkan aku”, kesabaranku tidaklah kuat topang semua yang kau lakukan itu, memang sakit, tapi mati-matian aku berusaha untuk tidak menjadi seorang pendendam, maka itu aku putuskan untuk pergi, selamatkan hatiku untuk tidak mencederai imanku.
Aku hanya menitip sedikit kisah padamu, kuharap jika kau menemukan pertanyaan tentang sosok manusia tegar, dan sabar sampai rela hidup dengan kenyataan perih, lantas hatimu pun berkata “sosok itu ada, dan pernah kutemui”.
Terima kasih.
Kegagalan kisahku.
Penulis: Muhamad Yasin
@Relawan Rumah Pelangi