Secangkir susu coklat hangat tersedia di hadapanku, akan kunikmati setiap tetesnya, akan kuteguk perlahan agar aku dapat menikmati kemanisannya.
Kupegang erat gagang cangkir itu agar tak jatuh ke lantai dan terpecah belah, kuangkat perlahan, kuarahkan tepi cangkir itu pada mulutku. Kunikmati tegukan demi tegukannya.
Tegukan pertama, kubayangkan saat aku bertemu lelaki dengan senyum manis yang terhias di wajahnya.
Tegukan kedua, kunikmati senyum manis nan indah itu dengan harapan agar dapat menikmatinya seumur hidup.
Tegukan ketiga, kunikmati kehangatan dari setiap pertemuan dengannya, setiap kisah indah yang terlukis jelas dalam benakku.
Tegukan keempat, rasa nyaman yang selalu kurasakan ketika bersama dengannya.
Tegukan kelima, kulihat senyuman manis itu mulai menjauh dariku dan menghampiri seseorang di seberang sana.
Tegukan terakhir, kurasakan sisa-sisa senyum manis itu dan bayangan-bayangan akan dirinya yang membuatku terhanyut akan sebuah pengharapan. Pengharapan yang selamanya menjadi harap. Pengharapan yang tak akan menjadi nyata.
Kulihat cangkir itu, terlihat sisa-sisa susu coklat manis itu. Terbayang kenikmatan saat bersamanya, kurasakan sesuatu membasahi pipiku. Sesuatu yang mengalir sangat deras hingga aku tak dapat membendungnya. Kurasakan begitu banyak penderitaan saat ia pergi, penderitaan yang mengundang kesepian, kesendirian dan rasanya begitu hambar ketika rasa manis itu mulai menjauh.
Hambar dan semakin hambar sampai aku tak dapat lagi merasakannya, merasakan rasa manis itu. Akankah aku dapat merasakannya lagi?
Bukan untuk sementara namun aku ingin merasakan itu seumur hidupku. Sampai akhirnya aku terbaring tak berdaya.
___________
Teks: Nci (srizulaiha.blogspot.co.id)
Foto: Chairunnisa (littleescapist.blogspot.co.id)
Bukan untuk sementara namun aku ingin merasakan itu seumur hidupku. Sampai akhirnya aku terbaring tak berdaya.
___________
Teks: Nci (srizulaiha.blogspot.co.id)
Foto: Chairunnisa (littleescapist.blogspot.co.id)